Kamis, 24 Maret 2011

Orat Tutur dalam Adat Karo

I. ERBAPA (Bapak)

1. Erbapa kempak Orang Tua simupusken
2. Erbapa kempak simpemeren bapa
3. Erbapa kemapak siparibanen bapa
4. Erbapa kemak Biak senina bapa
5. Erbapa kempak biak si pengalon bapa
6. Erbapa tua kempak Senina bapa sintua
7. Erbapa tengah kempak senina bapa sintengah
8. Erbapa nguda kempak Senina bapa singuda

II. ERNANDE ( Ibu )

1. Ernande man si mupus kita ( Ndehra bapanta )
2. Nande kempak ndehara sipemeren bapanta, senina / satu bere-bere.
3. Nande kempak ndehara biak senina bapa
4. Nande kempak biak sipengalon bapanta
5. Nande tua kempak ndehara bapa tua.
6. Nande tengah kempak ndehara bapa tengah
7. Nande nguda kempak ndehara bapa nguda.

III . ERTURANG (Saudari)

1. Erturang antara si dilaki ras si diberu, adi sada bapa entah sada nande
2. Erturang antara si dilaki ras si diuberu, adi si pemeren bapana
3. Erturang antara sidilaki ras diberu, adi ersenina bapana
4. Erturang antara si dilaki ras si diberu, adi ersenina bapana
5. Erturang antara si dilaki ras diberu adi sembuyak nandena (Sipemeren)
6. Erturang anara sidilaki ras si sidiberu , adi sembuyak nandena (sipemeren)
7. Erturang - Impal kempak Bibi Turang bapa, adi dilaki
8. Erturang -Impal kempak anak mama, adi kita diberu

IV. SENINA ( Saudara )
1. Senina kempak sembuyak - senian -golongen bapa (sidilaki ras sidilaki)
2. Senina si pemeren kempak anak senina nandeta
3. Senina kempak kerina anak sipemberen bapanta (dilaki) turang adi diberu.
4. Senina adi lit orat tutur ersenina, tah sipemeren
5. Senin sipengalon, adi beberenta ngempoi anakna, anem labo pe sada merga.

V. MAMA (Paman)

1. Mama kempak Turang Nande, ntah bapa ndehara turangta pe ermama
2. Mama kempak kerina turang Nande , gia lain bapa.
3. Mama kempak turang impal nande.
4. Mama Tua kempak turang nandeta sintua, tah bapa ndeharata sintua
5. Mama tengah kempak Turang bapanta sintengah
6. Mama nguda kempak mama ia kerina i nguda ibas mama e sembuyak
    agi Nande tah senina bapa ndeharanta, tapi singuda.

VI. MAMI

1. Mami kempak ndehara mama turang nandeta.
2. Mami kempak Nande ndeharanta.
3. Mami kempak kerina ndehara mamanta tah gia Puang Kalimbubu
4. Mami tua kempak ndehara mama tuanta
5. Mami tengah kempak ndehara mama tengahta.
6. Mami nguda kempak ndehara Mama ngudanta

VII. BIBI
1. Bibi arah turang bapa
2. Bibi senina nande
3. Bibi nande perbulangen
4. Bibi kempak turang impal bapa.
5. Bibi kempak kerina tegun turang bapa
6. Bibi tua kempak turang bapa sintua
7. Bibi tengah kempak turang bapa sintengah
8. Bibi nguda kempak turang bapa singuda

VIII, BENGKILA

1. Bengkila kempak bapa perbulangen 

2. Bengkila kempak perbulangen turang bapanta.
3. Bengkila kempak krina senina bengkila.

IX. SILIH

1. Silih kempak turang ndehara ( Kalimbubu )
2. Silih kempak si ngempoi turangta
3. Silih kempak kempak kerina Golongen Turanga ndeharanta

X. TURANGKU
Turangku em simehangke, erturangku harus rebu , labo banci siperkuanen
( secara langsung ) Adi simble pe harus duana nilah.

1. Turangku kempak ndehara silihta
2. Turangku kempak perbulangen berunta tah silih perbulangen ( anak beru )
3. Turangku kempak kerina ndehra silihta , tah silih egia puang kalimbubu.

XI. KELA

1. Kela kempak perbulangen anakta
2. Bebere kempak anak Turangta ( kita dilaki ) Adi mama ras maminta pe erkela.

XII. PERMAIN
1. Permain kempak ndehara anakta
2. Permain kempak kerina anaj turang ndeharana, dilaki tah diberu.

XIII. NINI BULANG (Kakek)
1. Nini bulang kempak bapa bapanta
2. Nini Bulang kempak Bapa Nandeta
3. Nini bulang kempak jenjang si mupus bapa, nande, mama , bengkila ras sidebanna.

XIV. NINI TUDUNG (Nenek)

1. Nini tudung kempak kerina Golongen ndehara Nini Bulang
2. Subuk Nini Tudung enda golongen Kalimbubu tah anak beru bagepe tategun bapanta

Sistem Pernikahan/Perkawinan pada adat Karo

Sistem perkawinan pada Merga Ginting, Karo-Karo dan Tarigan. Pada merga-merga (baca : marga) tersebut diatas, berlaku sistem perkawinan exogami murni, dimana mereka yang berasal dari sub-sub merga Ginting, Karo-Karo dan Tarigan diharuskan kawin dengan orang lain dari luar merganya, atau dilarang kawin semarga.

Sistem perkawinan pada Merga Perangin-angin dan Sembiring. Sistem perkawinan pada kedua merga ini adalah elutherogami terbatas. Adapun letak keterbatasannya adalah seseorang dari merga tertentu Perangin-angin atau Sembirirng diperbolehkan kawin dengan orang dari merga yang sama, tetapi sub merga (lineagea)-nya berbeda. Misalnya dalam merga Perangin-angin, antara Bangun dengan Sebayang, atau antara Kuta Buluh dengan Sebayang.

Demikian juga di dalam merga Sembiring, antara Brahmana dengan Meliala, antara Pelawi dengan Depari, dan sebagainya.

Larangan Perkawinan dengan orang dari luar merga (clan)-nya tidal dikenal, kecuali antara Sebayang dengan Sitepu, atau antara Sinulingga dengan Tekang, yang disebut sejanji atau berdasarkan sebuah perjanjian yang telah diperbuat sebelumnya, dimana mereka telah mengadakan perjanjian untuk tidak saling kawin-mengawini. Eleutherogami terbatas ini menunjukkan bahwa merga bukan sebagai hubungan geneakolongis, dan asal-usul sub merga tidak sama.

Disari dari Adat Karo, karya Darwin Prinst, SH., terbitan Kongres Kebudayaan Karo, Medan 1996.

Berdasarkan jumlah isteri dikenal perkawinan monogami dan poligami. Perkawinan poligami biasanya terjadi karena :
- tidak mendapat keturunan
- tidak memperoleh keturunan laki-laki
- saling mencintai
- tidak ada kecocokan dengan isteri pertama
- meneruskan hubungan kekeluargaan

Berdasarkan proses terjadinya perkawinan, dapat dibagi atas perkawinan suka sama suka (saling mencintai) dan perkawinan atas dasar prakarsa atau peranan orang tua (baca : dijodohkan), yang biasanya terjadi untuk mempertahankan hubungan kekeluargaan atau karena seorang wanita telah hamil.

Berdasarkan status dari pihak yang kawin, dapat dibagi menjadi :

1. Gancih Abu (ganti tikar). Yaitu bila seorang wanita menikah dengan seorang pria untuk menggantikan kedudukan saudaranya yang telah meninggal sebagai isteri. Hal ini biasanya terjadi untuk meneruskan hubungan kekeluargaan, melindungi kepentingan anak pada perkawinan pertama, dan juga untuk menjaga keutuhan harta dari perkawinan pertama.

2. Lako Man (turun ranjang). Yaitu apabila seorang pria kawin dengan seorang wanita yang tadinya adalah bekas isteri saudaranya yang telah meninggal dunia.

Adapun jenis-jenis dari Lako Man adalah :

Mindo Nakan.
Yaitu suatu perkawinan antara seorang pria dengan wanita mantan isteri saudara ayahnya.

Mindo Cina.
Yaitu perkawinan antara seorang pria dengan wanita yang secara tutur adalah neneknya.

Kawin Ciken.
Perkawinan antara seorang pria dengan wanita mantan isteri ayah/saudaranya yang telah dijanjikan sebelumnya. Hal ini terjadi pada zaman dahulu disebabkan seorang wanita yang masih sangat muda dikawinkan dengan pria yang sudah tua, lalu dibuat perjanjian bahwa salah seorang dari putra/saudaranya sebagai ciken (tongkat) apabila suaminya kelak meninggal dunia.

Pada jaman dahulu bila seseorang memiliki dua orang isteri dan salah seorang diantaranya belum memiliki keturunan laki-laki, dan pada pihak yang lain, salah seorang saudara dari suaminya belum memiliki isteri, maka isteri yang belum memiliki keturunan laki-laki tersebut dapat disahkan menjadi isteri saudara suaminya tersebut, dengan harapan agar tetep terpeliharanya hubungan kekeluargaan dengan pihak wanita, dan diperolehnya keturunan dengan suami barunya. Contohnya lihat dalam kasus Pustaka Kembaren dancerita Pincawan dan Lambing (Sebayang). Hal itulah yang terjadi dalam merga Sebayang dan Pencawan dan Kembaren (Sijagat) dengan Kembaren Perti.
Ngalih. Yaitu lako man kepada isteri abang (kaka).
Ngianken. Yaitu lako man kepada isteri adik (agi).

3. Piher Tendi/Erbengkila bana. Adalah perkawinan antara orang yang menurut tutur, si wanita memanggil bengkila kepada suaminya. Di daerah Karo Langkat ini disebut perkawinan Piher Tendi.


Berdasarkan jauh dekatnya hubungan kekeluargaan, dikenal empat jenis perkawinan yakni :

Petuturken.
Suatu perkawinan yang dilangsungkan antara seorang pria dan wanita yang bukan 'rimpal'. Perkawinan demikian diperbolehkan oleh adat sejauh tidak ada larangan seperti : erturang (satu merga) untuk Ginting, Karo-Karo dan Tarigan, kecuali Perangin-angin dan Sembiring. Dimana sub merga Perangin-angin yaitu Sebayang diperbolehkan kawin dengan Kuta Buluh/Sukatendel, Bangun dengan Sebayang dan lainnya. Juga dalam sub merga Sembiring, antara Sembiring Brahmana dengan Meliala.

Erdemu Bayu.
Perkawinan antara seorang pria dan wanita dimana ayah si wanita bersaudara dengan ibu si pria, yang dalam tutur mereka disebut 'rimpal'. Atau si wanita disebut beru puhun atau beru singumban dari pria, dan perkawinan seperti inilah yang diharapkan dalam adat Karo.

Merkat Sinuan.
Adalah sebuah perkawinan yang dilangsungkan antara seorang pria dan wanita puteri dari 'puang kalimbubunya'. Perkawinan seperti ini biasanya sangat dihindarkan dalam adat karena tutur mereka adalah 'erturangku'.

La Arus.
Adalah perkawinan antara pria dengan wanita yang secara adat adalah terlarang, seperti mengawini turang, turang impal atau puteri anak beru. Untuk melangsungkan perkawinan seperti ini harus ada sanksi adat, seperti terjadi pada rumah empat tundok di Kuta Buluh.

Sangkep Ngeluh Adat Karo

Sangkep Nggeluh dalam Adat Karo

         Untuk memahami adat-istiadat Karo secara baik tidak ada jalan lain selain terlebih dahulu memahami tentang sangkep nggeluh pada merga silima, karena dalam setiap pelaksanaan adat-istiadat yang berperan adalah sangkep nggeluh.
Sangkep nggeluh adalah suatu sistem kekeluargaan pada masyarakat karo yang secara garis besar terdiri atas senina, anak beru, dan kalimbubu.
Pusat dari sangkep nggeluh adalah sukut yaitu pribadi/keluarga/merga tertentu, yang dikelilingi oleh senina, anak beru, dan kalimbubu-nya. Sukut dalam pesta perkawinan akan menerima uang jujuran berupa bena emas (erdemu bayu) atau batang unjuken (petuturken).

Dalam melaksanakan upacara adat tertentu seperti perkawinan, kematian, memasuki rumah baru, dan lain-lain sangkep nggeluh akan diketahui apabila sudah jelas siapa sukut dalam acara tersebut. Misalnya dalam perkawinan, sukut adalah orang yang kawin dan orang tuanya. Atau dalam kematian, sukut adalah janda atau duda dan anak dari yang meninggal. Atau dalam hal memasuki rumah baru (mengket rumah) sukut adalah pemilik rumah itu sendiri.
Untuk lebih memahami hal tersebut, terlebih dahulu hendaklah diketahui cara orang Karo menarik garis keturunan (lineage) baik dari keturunan ayah (patrilineal) maupun dari garis keturunan ibu (matrilineal) yang melekat pada setiap individu suku Karo, yang dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan tutur (terombo). Adapun cara menarik garis keturunan atau tutur meliputi :

    1. Merga/Beru. Merga/Beru adalah nama keluarga bagi seseorang dari nama keluarga (merga) ayahnya. Untuk anak perempuan disebut beru. Bagi anak laki-laki merga ini akan diwarikan secara turun-temurun. Merga/Beru pada suku Karo secara garis besar ada lima yaitu :
    a. Ginting
    b. Karo-karo
    c. Perangin-angin
    d. Sembiring dan
    e. Tarigan
    2. Bere-Bere Bere-bere adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari beru ibunya. Kalau ibunya beru Peranginangin, maka dia bere-bere Peranginangin, kalau ibunya beru Sembiring maka anaknya jadi bere-bere Sembiring, dan seterusnya.
    3. Binuang Binuang adalah nama kelaurga yang diwarisi seseorang dari bere-bere ayahnya (bere-bere bapa) atau dari marga simada dareh ayahnya atau dari neneknya (ibu dari ayahnya).
    4. Kempu (Perkempun) Kempu (perkempun) adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang (berasal) dari merga puang kalimbubu-nya atau dari bere-bere ibunya atau dari beru neneknya (ibu dari ibunya).
    5. Kampah Kampah adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari merga kalimbubu simada dareh kakeknya atau bere-bere nini (ayah dari ayahnya) atau beru dari ibu kakeknya (ayah dari ayahnya) atau beru dari istri empung-nya dari pihak ayah.
    6. Soler Soler adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari marga puang nu puang kalimbubu atau merga dari singalo perkempun ibu atau beru empung (ibu dari nenek).
Jadi, ada enam nama keluarga (merga/beru) yang dimiliki setiap individu suku Karo. Dengan demikian, jelas bahwa suku Karo menarik garis keturunan secara bilateral, yakni dari pihak ayah dan ibu sekaligus. Untuk jelasnya, perhatikan gambar dibawah ini.
sangkep

Rumah Adat Karo

      Pada masyarakat Karo terdapat suatu rumah yang dihuni oleh beberapa keluarga, yang penempatan jabu-nya didalam rumah tersebut diatur menurut ketentuan adat dan didalam rumah itu pun berlaku ketentuan adat, itulah yang disebut dengan rumah adat Karo. Rumah adat Karo ini berbeda dengan rumah adat suku lainnya dan kekhasan itulah yang mencirikan rumah adat Karo. Bentuknya sangat megah diberi tanduk. Proses pendirian sampai kehidupan dalam rumah adat itu diatur oleh adat Karo, dan karena itulah disebut rumah adat.

Si waluh jabu
Si waluh jabu


Berdasarkan bentuk atap, rumah adat karo dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
    a. Rumah sianjung-anjung Rumah sianjung-anjung adalah rumah bermuka empat atau lebih, yang dapat juga terdiri atas sat atau dua tersek dan diberi bertanduk.
    b. Rumah Mecu. Rumah mecu adalah rumah yang bentuknya sederhana, bermuka dua mempunyai sepasang tanduk.
Sementara menurut binangun, rumah adat Karo pun dapat dibagi atas dua yaitu:
    a. Rumah Sangka Manuk. Rumah sangka manuk yaitu rumah yang binangunnya dibuat dari balok tindih-menindih.
    b. Rumah Sendi. Rumah sendi adalah rumah yang tiang rumahnya dibuat berdiri dan satu sama lain dihubungkan dengan balok-balok sehingga bangunan menjadi sendi dan kokoh. Dalam nyanyian rumah ini sering juga disebut Rumah Sendi Gading Kurungen Manik. Rumah adat Karo didirikan berdasarkan arah kenjahe (hilir) dan kenjulu (hulu) sesuai aliran air pada suatu kampung.
      Jabu dalam Rumah Adat
    Rumah adat biasanya dihuni oleh empat atau delapan keluarga. Penempatan keluarga-keluarga itu dalam bagian rumah adat (jabu) dilakukan berdasarkan ketentuan adat Karo. Rumah adat secara garis besar dapat dibagi atas jabu jahe (hilir) dan jabu julu (hulu). Jabu jahe terbagi atas jabu bena kayu dan jabu lepar benana kayu. Demikian juga jabu kenjulu dibagi atas dua, yaitu jabu ujung kayu dan jabu rumah sendipar ujung kayu. Inilah yang sesungguhnya disebut sebagai jabu adat. Rumah-rumah adat empat ruang ini dahulunya terdapat di Kuta Buluh, Buah Raja, Lau Buluh, Limang, Perbesi, Peceren, Lingga, dan lain-lain. Ada kalanya suatu rumah adat terdiri dari delapan ruang dan dihuni oleh delapan keluarga. Malahan kampung Munte ada rumah adat yang dihuni oleh enam belas keluarga. Dalam hal rumah adat dihuni oleh delapan keluarga, sementara dapuar dalam rumah adat hanya ada empat, masing-masing jabu dibagi dua, sehingga terjadilah jabu-jabu sedapuren bena kayu, sedapuren ujung kayu, sedapuren lepar bena kayu, dan jabu sedapuren lepar ujung kayu. Adapun susunan jabu dan yang menempatinya adalah sebagai berikut:
      1. Jabu Benana Kayu. Terletak di jabu jahe. Kalau kita kerumah dari ture jahe, letaknya sebelah kiri. Jabu ini dihuni oleh para keturunen simantek kuta (golongan pendiri kampung) atau sembuyak-nya. Fungsinya adalah sebagai pemimpin rumah adat.
      2. Jabu ujung Kayu (anak beru). jabu ini arahnya di arah kenjulu rumah adat. Kalau kita masuk kerumah adat dari pintu kenjulu, letaknya disebelah kiri atau diagonal dengan letak jabu benana kayu. Jabu ini ditempati oleh anak beru kuta atau anak beru dari jabu benana Kayu. Fungsinya adalah sebagai juru bicara jabu bena kayu.
      3. Jabu Lepar Benana Kayu Jabu ini di arah kenjahe (hilir). Kalau kita kerumah dari pintu kenjahe letaknya disebelah kanan, Penghuni jabu ini adalah sembuyak dari jabu benana kayu. Fungsinya untuk mendengarkan berita-berita yang terjadi diluar rumah dan menyampaikan hal itu kepada jabu benana kayu. Oleh karena itu, jabu ini disebut jabu sungkun berita (sumber informasi).
      4. Jabu lepar ujung kayu (mangan-minem) Letaknya dibagian kenjulu (hulu) rumah adat. Kalau kita masuk dari pintu kenjulu ke rumah adat, letaknya di sebelah kanan. Jabu ini ditempati oleh kalimbubu jabu benana kayu. Oleh karena itu, jabu ini disebut jabu si mangan-minem. Keempat jabu inilah yang disebut dengan jabu adat, karena penempatannya harus sesuai dengan adat, demikian juga yang menempatinya ditentukan menurut adat. Akan tetapi, adakalanya juga rumah adat itu terdiri dari delpan atau enam belas jabu.
      5. Jabu sedapuren benana kayu (peninggel-ninggel). Jabu ini ditempati oleh anak beru menteri dari rumah si mantek kuta (jabu benana kayu), dan sering pula disebut jabu peninggel-ninggel. Dia ini adalah anak beru dari ujung kayu.
      6. jabu sidapuren ujung kayu (rintenteng). Ditempati oleh sembuyak dari ujung kayu, yang sering juga disebut jabu arinteneng. Tugasnya adalah untuk engkapuri belo, menyerahkan belo kinapur (persentabin) kepada tamu jabu benana kayu tersebut. Oleh karena itu, jabu ini disebut juga jabu arinteneng.
      7. Jabu sedapuren lepar ujung kayu (bicara guru). Dihuni oleh guru (dukun) atau tabib yang mengetahui berbagai pengobatan. Tugasnya mengobati anggota rumah yang sakit.
      8. Jabu sedapuren lepar benana kayu Dihuni oleh puang kalimbubu dari jabu benana kayu disebut juga jabu pendungi ranan. Karena biasanya dalam runggun adat Karo persetujuan terakhir diberikan oleh puang kalimbubu. Sumber: Darwin Prinst (Adat Karo)

Tutur Siwaluh

Tutur siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, yaitu terdiri dari delapan golongan:
  1. puang kalimbubu
  2. kalimbubu
  3. senina
  4. sembuyak
  5. senina sipemeren
  6. senina sepengalon/sedalanen
  7. anak beru
  8. anak beru menteri
Dalam pelaksanaan upacara adat, tutur siwaluh ini masih dapat dibagi lagi dalam kelompok-kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
  1. Puang kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang
  2. Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi:
    • Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberiisteri kepada kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adal dari keluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga Tarigan adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung.
    • Kalimbubu simada dareh adalah berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap mempunyai darah, karena dianggap darah merekalah yang terdapat dalam diri keponakannya.
    • Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya. Jadi seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.
  3. Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.
  4. Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).
  5. Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.
  6. Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
  7. Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri.Anak beru ini terdiri lagi atas:
    • anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.
    • Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.
  8. Anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.